PEP |
(Pemberdayaan Ekonomi Perempuan)
Bukan Solusi Kemiskinan
Masalah kemiskinan menjadi isu sentral di seluruh penjuru dunia bahkan menjadi ‘momok’ yang menakutkan karena menjadi penyebab munculnya problematika kemasyarakatan lainnya misalnya kriminalitas, kelaparan, kesehatan yang buruk, kematian, perceraian, dan lainnya. Di Indonesia sendiri lebih dari 70 juta rakyat miskin yang menerima raskin.
Perhatian dunia sendiri ditampakkan dalam KTT millennium tahun 2000 di New York dengan ditandatanganinya Millenium Declaration berisi 8 poin Millenium Development Goals (MDGs).
Pelibatan ini diwujudkan dalam program PNPM Mandiri, KUR, UMKM, dan lainnya dengan merangkul ormas, LSM, termasuk ormas perempuan. Untuk perempuan telah dicanangkan program khusus, yaitu Pemberdayaan Ekonomi Perempuan (PEP).
Betulkah PEP merupakan solusi untuk kemiskinan???
PEP mulai marak disosialisasikan di tengah-tengah masyarakat khususnya kalangan ibu-ibu rumah tangga dan hal ini mendapat sambutan yang hangat. Tak heran memang, karena secara sekilas hal ini membawa hal positif, karena PEP memberikan keterampilan kepada perempuan, yang dengannya mereka bisa mendapatkan penghasilan sehingga perempuan bisa mandiri dalam hal ekonomi. Selain itu, dapat membantu kesejahteraan ekonomi keluarga sebagai minimnya gaji suami.
Namun, bila masyarakat lebih jeli melihat hal ini. Mereka akan dapati bahwa di balik program PEP, banyak sekali propaganda yang menyesatkan. Dan dengan dijalankannya program PEP ini, malah akan menimbulkan masalah-masalah lain.
Dengan adanya program PEP, jelas waktu ibu dalam rumah tangganya akan semakin berkurang dan hal ini akan membuat anak tidak lagi merasakan peran seorang ibu dan suami pun akan kehilangan kasih sayang seorang istri. Sehingga tidak diragukan lagi kalau tingkat perceraian akan meningkat. Ditambah lagi, seorang istri akan merasa tidak memerlukan lagi peran seorang suami karena merasa sudah mandiri dalam hal ekonomi.
Selain itu, sosialisasi PEP akan berbanding lurus dengan sosialisasi gender, yang membuat perempuan melupakan perannya sebagai ummu wa robbatul baiti.
Hanya Sistem Islam Yang Mampu Menyelesaikan Kemiskinan
Jumlah kemiskinan yang ada di negara-negara saat ini, sebagian disebabkan karena masalah alami dan struktural. Misalnya kemiskinan karena cacatnya seseorang, rasa malas ataupun keturunan. Untuk masalah ini, Islam pun punya solusinya. Dalam Islam, seseorang yang miskin karena pengaruh ketidakmampuannya mencari penghasilan, maka Islam mewajibkan kerabat/ahli warisnya untuk menafkahinya. Tapi bila mereka tidak sanggup, maka yang berkewajiban adalah tetangganya. Namun bila tidak ada juga tetangga yang bisa menafkahinya, maka kewajiban itu jatuh pada negara sebagai pengurus rakyat. Jadi negaralah yang akan menanggung sandang, pangan, dan papan bagi yang orang miskin tersebut.
Hal ini tidaklah mustahil untuk dilakukan Negara Islam yang menerapkan sistem Islam di negaranya, karena sistem ekonomi Islam juga akan mendukung untuk terlaksananya tugas tersebut.
Namun, bila kita menganalisa masalah kemiskinan saat ini, kita akan melihat bahwa jumlah kemiskinan yang terjadi, sebagian besar disebabkan karena sistem yang diterapkan di seluruh negara yang ada di dunia -termasuk Indonesia- adalah sistem sekular-kapitalis. Sistem yang membolehkan kepemilikan individu seluas-luasnya.
Dalam Sistem Islam, masalah kepemilikan telah diatur. Pengaturan kepemilikan yang dimaksud mencakup tiga aspek, yaitu jenis-jenis kepemilikan, pengelolaan kepemilikan, dan pendistribusian kekayaan di tengah-tengah masyarakat.
Individu atau swasta tidak boleh memiliki sesuatu yang menguasai hajat hidup orang banyak. Seperti kekayaan alam saat ini, dalam Islam itu adalah kepemilikan umum, yang dikelola oleh negara dan hasilnya akan dikembalikan kepada ummat.
Adanya kepemilikan negara dalam Islam, jelas menjadikan negara memiliki sumber-sumber pemasukan, dan aset-aset yang cukup banyak. Dengan demikian, negara akan mampu menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pengatur urusan rakyat. Termasuk di dalamnya adalah memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan rakyat miskin.
Jelaslah bahwa selama sistem kapitalis yang diterapkan maka penjualan kekayaan alam atas nama investasi akan terus terjadi dan selama itu pula, menghilangkan kemiskinan hanya akan jadi wacana dan mimpi indah semata. PEP pun tak akan mampu berbuat banyak untuk menyelesaikan kemiskinan.
Sadarlah wahai saudariku, kita punya tanggungjawab dan juga punya kemampuan untuk mengembalikan din Islam. Saatnya kita bangun dan bangkit untuk memperjuangkan kehidupan Islam yang pernah memuliakan peradaban termasuk wanitanya selama 13 abad lebih. Tak ada lagi pilihan lain untuk kita selain meyakini dan memperjuangkan sistem yang sempurna ini, sistem Islam, sistem yang diturunkan oleh Yang Maha Sempurna, Allah SWT.[Qyu]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar