Pages

Site Info

Selasa, 10 Mei 2011

KARAKTER GENERASI CERDAS, GENERASI PEMIMPIN


Jika ada persoalan yang terlalu sulit bagiku, aku pergi ke masjid dan berdoa,
memohon kepada Yang Maha Pencipta agar pintu yang telah tertutup bagiku dibukakan
dan apa yang tampaknya sulit menjadi sederhana. Biasanya, saat malam tiba,
aku kembali ke rumah, menghidupkan lampu dan menenggelamkan diri
dalam bacaan dan tulisan….”

(Ibnu Sina dalam Hoodbhoy, 1996: 193)

Inilah gambaran karakter generasi cerdas yang merupakan produk pendidikan masa kejayaan khilafah Islam. Di usia sepuluh tahun, Ibnu Sina telah menghapal Al-Qur’an dengan sempurna, dan di usia 17 tahun dia telah menjadi seorang dokter yang mapan. Karya utamanya, Al-Qanun menjadi teks standar dalam bidang kedokteran sampai lahirnya kedokteran modern. Minatnya menjangkau bidang filsafat dan logika, selain bidang keddokteran. Dedikasinya terhadap Islam tidak pernah padam.
            Ibnu Sina bukan satu-satunya ilmuan besar yang lahir pada masa kejayaan Islam. Menurut catatan para ahli sejarah, selama periode Abasiyyah terdapat lebih dari 500 orang ilmuan besar sekaliner Ibnu Sina yang memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan ilmu di dunia Barat modern, di mana karya-karyanya menjadi rujukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
            Sistem pendidikan Islam memang melahirkan generasi yang cerdas, generasi para ilmuan yang memiliki kearifan tersendiri, generasi yang memadukan antara kemampuan sains di satu pihak dengan tsaqofah Islam di pihak lain, generasi yang ber-syaksiyyah Islamiah seperi nampak dalam keseharian Ibnu Sina, dan generasi pemimpin yang berlandaskan aqidah Islam. Sistem pendidikan Islam benar-benar telah melahirkan umat yang terbaik (khoero ummah), sebagaimana firman Allah:
                       
“Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah … (QS.Ali Imran [3]:110).

Senin, 02 Mei 2011

Beribadah Di Atas Keraguan

Oleh: Syamsuddin Ramadhan al-Nawiy
Publikasi 24/06/2004

hayatulislam.net - “Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi; maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.” (Qs. al-Hajj [22]: 11).

Imam Ibnu Katsir menyatakan, “Menurut Mujahid, Qatadah serta ‘ulama-‘ulama tafsir lainnya, bahwa yang dimaksud ‘ala harf, adalah ‘ala syakk (di atas keraguan).” Ayat ini menyindir orang-orang yang menyembah kepada Allah di atas keraguan, bukan di atas keyakinan hatinya.

Imam Qurthubiy, di dalam tafsir Qurthubiy, mengutip penafsiran Ibnu ‘Abbas menyatakan, ‘Ayat ini berhubungan dengan kisah berikut ini: “Sejumlah orang Arab mendatangi Rasulullah Saw di Medinah, kemudian mereka masuk Islam. Jika setelah masuk Islam isteri mereka melahirkan anak laki-laki, dan ternak mereka berkembang biak, mereka menyatakan bahwa Islam adalah agama yang baik. Namun sebaliknya, jika mereka mendapati bahwa isterinya melahirkan anak perempuan, dan ternaknya tidak berkembang biak, mereka menyatakan bahwa Islam adalah agama sial (buruk). Kemudian mereka murtad dari Islam kembali.

Minggu, 01 Mei 2011

KRITERIA POLITISI BUSUK

Menjelang Pemilu 2004 mendatang, banyak pihak menghimbau masyarakat untuk menjauhi politisi busuk, tidak memasukkan mereka dalam daftar caleg, bahkan tidak mencoblos partai yang diduga kuat sebagai “sarang” politisi busuk. Politisi busuk akan membuat pemerintahan busuk yang pasti akan melahirkan penderitaan dan kezaliman yang berkepanjangan bagi rakyatnya.
Beberapa tokoh partai yang merasa jadi sasaran tembak menjadi gerah. Mereka menjawab himbauan tersebut dengan meminta penjelasan mengenai kriteria politisi busuk. Kalau politisi busuk adalah mereka yang melakukan KKN, itu bisa jadi baru fitnah atau pembunuhan karakter, kata mereka. Bahkan, andai tuduhan itu sudah diputus di pengadilan pun, masih harus ditunggu keputusan hukum tetap dari Mahkamah Agung (MA). Kalau kasasi MA membebaskan, ya berarti tuduhan KKN itu nihil, dan sang politisi tidak jadi masuk kategori busuk.

AGENDA UMAT PASCA PEMILU “PENCERDASAN POLITIK PEREMPUAN”

Mukaddimah
  Apa arti pemilu bagi umat ?  Iklan-iklan tentang pemilu yang bertebaran di sela-sela acara televisi dapat menjadi representasi jawaban.  Pemilu  adalah kesempatan bagi umat dalam menentukan nasibnya di masa depan, yaitu dengan memilih pemimpin yang dapat membawa dan memperjuangkan aspirasi umat.  Namun apakah setelah itu tugas umat dalam kancah perpolitikan bangsa berakhir ?  Atau justru baru dimulai ? Akan sulit bagi umat untuk menjawab pertanyaan ini tanpa tahu seperti apa seharusnya peran politik yang dimilikinya.  Dan sayangnya, justru kondisi inilah yang masih dominan di kalangan umat.  Terlebih lagi di kalangan perempuan. 
Opini yang terbentuk di kalangan perempuan menunjukan kepuasan mereka dengan ditetapkannya kebijakan kuota 30 persen anggota legislatif adalah perempuan.  Padahal kalau kita kaji lebih cermat, kuota ini justru adalah suatu pengakuan rendahnya kualitas politik perempuan.  Kalau kualitas politik perempuan memang memadai, apakah perlu bantuan aturan kuota untuk bisa menduduki kursi parlemen?
Sudah saatnya umat, termasuk kaum perempuan, merenungkan ulang kesadaran politik yang dimilikinya, agar tidak lagi terjebak dalam euphoria politik lima tahunan secara sia-sia. 

RUU INTELIJEN 2010: BENTUK TIRANI BARU?

Oleh: Harits Abu Ulya
(Ketua Lajnah Siyasiyah DPP-HTI)

Akhirnya secara aklamasi, anggota dewan yang hadir dalam rapat paripurna DPR  (kamis, 16/12/2010) menyetujui usulan RUU Intelijen Negara sebagai RUU Inisiatif dewan  yang akan di bahas dalam program legislasi Nasional tahun 2011. Sebelumnya RUU Intelijen versi BIN (Badan intelijen Negara) beredar di kalangan anggota DPR namun mengalami banyak penolakan. Kali ini RUU yang naskah akademiknya cukup lengkap dan  draft RUU yang sudah siap akhirnya disepakati, sekalipun substansinya tidak jauh beda dengan draft tahun 2006.

Diluar ring parlemen, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang dipimpin oleh Ansyaad Mbai terkesan “ngebet” dengan UU Intelijen yang baru. Ini cukup beralasan, karena dalam berbagai kesempatan Ansyaad berpandangan adanya kelemahan intelijen khususnya dalam bidang pencegahan tindak terorisme. Dan perlu adanya penguatan legal frame (regulasi/UU) yang diharap bisa menutupi kelemahan  tersebut. Selama ini intelijen dianggap kurang bisa maksimal karena tidak ada kewenangan menangkap dan mengintrogasi tersangka tindak pidana terorisme.Dikesempatan lain, dalam sebuah simposium dia membeberkan pendapatnya dalam upaya meningkatkan ketentuan-ketentuan hukum yang selama ini dirasakan kurang efektif.
Karenanya, dengan disepakatinya RUU Intelijen untuk dibahas  dalam prolegnas (program legislasi nasional) 2011 bisa menjadi angin surga atas keinginan-keinginan konyol sebagian pihak. Kenapa demikian?,  karena dalam draft yang baru mengandung beberapa pasal yang multitafsir dan berpotensi  melanggar  hak-hak sipil warga Negara hanya karena alasan demi keamanan nasional.