KARAKTER GENERASI CERDAS, GENERASI PEMIMPIN
“Jika ada persoalan yang terlalu sulit bagiku, aku pergi ke masjid dan berdoa,
memohon kepada Yang Maha Pencipta agar pintu yang telah tertutup bagiku dibukakan
dan apa yang tampaknya sulit menjadi sederhana. Biasanya, saat malam tiba,
aku kembali ke rumah, menghidupkan lampu dan menenggelamkan diri
dalam bacaan dan tulisan….”
(Ibnu Sina dalam Hoodbhoy, 1996: 193)
Inilah gambaran karakter generasi cerdas yang merupakan produk pendidikan masa kejayaan khilafah Islam. Di usia sepuluh tahun, Ibnu Sina telah menghapal Al-Qur’an dengan sempurna, dan di usia 17 tahun dia telah menjadi seorang dokter yang mapan. Karya utamanya, Al-Qanun menjadi teks standar dalam bidang kedokteran sampai lahirnya kedokteran modern. Minatnya menjangkau bidang filsafat dan logika, selain bidang keddokteran. Dedikasinya terhadap Islam tidak pernah padam.
Ibnu Sina bukan satu-satunya ilmuan besar yang lahir pada masa kejayaan Islam. Menurut catatan para ahli sejarah, selama periode Abasiyyah terdapat lebih dari 500 orang ilmuan besar sekaliner Ibnu Sina yang memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan ilmu di dunia Barat modern, di mana karya-karyanya menjadi rujukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Sistem pendidikan Islam memang melahirkan generasi yang cerdas, generasi para ilmuan yang memiliki kearifan tersendiri, generasi yang memadukan antara kemampuan sains di satu pihak dengan tsaqofah Islam di pihak lain, generasi yang ber-syaksiyyah Islamiah seperi nampak dalam keseharian Ibnu Sina, dan generasi pemimpin yang berlandaskan aqidah Islam. Sistem pendidikan Islam benar-benar telah melahirkan umat yang terbaik (khoero ummah), sebagaimana firman Allah:
“Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah … (QS.Ali Imran [3]:110).