Pages

Site Info

Rabu, 31 Agustus 2011



Konsepsi Islam Tentang Negara
Oleh : Muhammad Al Khaththath

Pendahuluan
          Beberapa tahun lalu seorang kyai yang pernah diangkat dan diturunkan dari jabatan presiden di republik ini pernah mengatakan bahwa kepemimpinan Rasulullah saw. bukanlah wujud dari suatu negara.  Kepemimpinan beliau sw. di Madinah itu cuma sekedar ketua RT atau paling banter ketua RW, tegas kyai yang cuma sekitar setahun menjadi orang nomor satu di negeri ini. Benarkah persepsi kyai yang sangat gencar mempropagandakan demokrasi itu?  Tentu tidak benar.   Sebab, bagaimana mungkin kepemimpinan Rasulullah saw. dikatakan sekedar tingkat RT/RW, sementara fakta sejarah menunjukkan bahwa ketika tentara Madinah yang dipimpin langsung oleh Rasulullah saw. menaklukkan kota Mekkah, jumlahnya sekitar 10.000 orang (lihat Azyumardi Azra, Suplemen Ensiklopedi Islam hal 106).  Demikian juga  tatkala Rasulullah saw. memimpin tentara Madinah ke Tabuk dalam rangka memerangi tentara imperium Rumawi yang ada di sana, jumlah tentara  yang beliau saw. bawa adalah sekitar 30.000 orang (lihat Ibnu Katsir, Al Bidayah wan Nihayah Juz 3 hal 593).  Tentu tidak ada RT/RW yang memiliki tentara sebanyak itu.  Sejarah pun menunjukkan bahwa Rasulullah saw. mengangkat wali atau gubernur di Yaman, wali Madinah, wali Makkah, wali Bahrain. Rasulullah saw. mengangkat sejumlah hakim/qodli di sejumlah kota atau daerah untuk mengadili perkara-perkara yang terjadi di masyarakat. Rasulullah saw. pun mengrim surat-surat politik kepada sejumlah kepala negara besar maupun kecil untuk masuk Islam dan bergabung di bawah naungan daulah islamiyah. Artinya, fakta sejarah menunjukkan bahwa kepemimpinan Rasulullah saw. itu adalah kepemimpinan level negara.
DAKWAH ISLAM PEMIKIRAN, POLITIK, DAN TANPA KEKERASAN
Leaflet Hizbut Tahrir

Pendahuluan

Islam adalah agama sempurna. Kesempurnaannya sebagai sebuah sIstem hidup dan sistem hukum meliputi segala perkara yang dihadapi oleh umat manusia. Firman Allah Swt:

“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu..” (TQS. An-Nahl [16]: 89)

Ini berarti, perkara apapun ada hukumnya, dan problematika apa saja, atau apapun tantangan yang dihadapi kaum Muslim, akan dapat dipecahkan dan dijawab oleh Dinul Islam.

Keharusan mengikuti syariat Islam, terutama jejak langkah yang pernah ditempuh oleh Rasulullah saw, telah ditegaskan oleh firman Allah Swt:
“Katakanlah, 'Inilah jalan (dakwah)-ku. Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kalian) kepada (agama) Allah dengan hujjah (bukti) yang nyata..” (TQS. Yusuf [12]: 108)


Mendekatkan Diri Kepada Allah DENGAN SELURUH AKTIVITAS

Oleh: Ummu Hafizh
Publikasi 14/10/2003

hayatulislam.net – Mukaddimah
Awal dari ringkasan buku ini, saya ingin mengutarakan suatu hadits Rosulullah SAW yang merupakan nasihat bagi kita semua. Telah datang kepada Rasulullah SAW. Sufyan bin Abdullah Ats Tsaqafiy suatu hari lalu berkata:
“Ya Rasulullah, ajarkanlah kepadaku suatu perkara yang aku berpegang teguh kepadanya”. Bersabda Rosulullah SAW: “Katakanlah: Saya beriman kepada Allah. Kemudian beristiqomahlah.” [HR Muslim].

Sesungguhnya pemikiran Islam adalah mafahim (mafahim yang dimaksud disini adalah pandangan hidup, yakni sekumpulan ide-ide, pemikiran-pemikiran tentang kehidupan yang dimiliki oleh seseorang sedemikian rupa hingga mampu mempengaruhi tingkah laku orang tersebut), bukan sekedar informasi untuk pengetahuan belaka. Ia merupakan patokan bagi tingkah laku manusia dalam kehidupan dunia. Islam datang sebagai petunjuk, rahmat, dan nasihat, sekaligus juga merupakan pemecahan problema bagi segala persoalan manusia serta menentukan arah tingkah laku manusia. Oleh karena itu, setiap muslim wajib memahami Al-Quran dan As-Sunnah yang memang khusus diturunkan untuk mengatur aktivitas dan perilaku manusia. Oleh sebab itu, dalam Islam yang lebih menonjol adalah aspek amaliyah (peng-amal-an) daripada aspek pengajaran. Perlu disadari disini apabila Islam hanya diambil aspek pengajarannnya, akan hilang warna aslinya dan hanya akan menjadi pengetahuan seperti ilmu sejarah dan geografi. Akibatnya akan hilang energi hidupnya dan hilang eksistensinya sebagai Agama yang lengkap dan sempurna.

Oleh karena itu para ulama salafus shalih senantiasa menjadikan diri mereka sebagai pelaku dari ilmu mereka. Perbuatan mereka tidak mendustakan ucapan mereka. Allah SWT berfirman:

“Mengapa kalian memerintahkan manusia untuk berbuat kebaikan sedangkan kalian melupakan diri kalian sendiri. Padahal kalian membaca kitab, tidakkah kamu memikirkan?” (Qs. al-Baqarah [2]: 44).

Distorsi Pemikiran dalam Metode Dakwah Islam

Oleh: Ahmad Mahmud
Publikasi 14/02/2004

hayatulislam.net – Dalam konteks perjuangan dakwah Islam, kita acapkali menjumpai sejumlah pemikiran yang dilontarkan oleh sebagian ulama, pemikir, jamaah, atau partai Islam yang telah keluar dari manhaj Rasulullah saw., di samping mengalami banyak distorsi. Fenomena semacam ini tidak jarang malah mewujud dalam aktivitas dakwah yang bukan saja kontradikstif dengan metode dakwah Rasulullah saw., tetapi sekaligus juga kontraproduktif dengan realitas yang harus diubah.

Berkaitan dengan sejumlah distorsi pemikiran yang terkait dengan metode dakwah Rasulullah saw. ini, tulisan berikut hanya akan menyoal dua mainstream pemikiran yang, diakui ataupun tidak, turut mewarnai arah perjuangan dakwah Islam saat ini secara keseluruhan. Kedua pemikiran tersebut adalah: (1) Pemikiran yang menyatakan bahwa bagi kaum Muslim, yang dituntut sesungguhnya adalah ibadah, bukan mendirikan Daulah Islamiyah; (2) Pemikiran yang meyakini bahwa mengangkat senjata dalam menghadapi penguasa saat ini merupakan bagian dari metode dakwah yang wajib untuk diikuti.

Pemikiran Pertama


Pengemban pemikiran pertama berargumentasi bahwa sesungguhnya Rasulullah saw. telah mengajak kaum Muslim untuk beribadah kepada Allah dan tidak mengajak mereka untuk mendirikan Daulah Islamiyah. Mereka menyatakan pula bahwa permasalahan paling utama bagi kaum Muslim adalah ibadah kepada Allah dan bukan Daulah Islamiyah. Menurut mereka, tidaklah penting bagi kita untuk mendirikan Daulah Islamiyah; yang penting adalah menyembah Allah.

Sabtu, 06 Agustus 2011

MENJINAKKAN KESOMBONGAN DIRI

Allah swt, telah menciptakan segala hal di dunia ini berpasang-pasangan. Panjang-pendek, gemuk-kurus, gembrot-lansing, jauh-dekat, besar-kecil, tingi-rendah. Begitu pula kaya-miskin, pintar-bodoh, banyak ilmu-miskin ilmu, pejabat teras-rakyat biasa. Semuanya serba berpasangan. Sejak awal Allah Maha Gagah menegaskan bahwa perbedaan itu bukan merupakan ‘kelebihan sejati seseorang atas orang lain. Sebab, sesunguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling taqwa: taat kepada aturan-Nya baik perintah maupun larangannya. Allah berfirman yang artinya:
“Hai manusia, sesuangguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” (Q.S al-Hujurat:13)

MENELADANI PERBUATAN RASULULLAH SAW

perbuatan-perbuatan yang dilakukan Rasulullah SAW dibagi menjadi dua macam. Ada yang termasuk perbuatan-perbuatan jibiliyah, yaitu perbuatan yang dilakukan manusia secara fitri, dan ada pula perbuatan-perbuatan selain jibiliyah. Perbuatan-perbuatan jibiliyah, seperti berdiri, duduk, makan, minum dan lain sebagainya, tidak ada perselisihan bahwa status perbuatan tersebut adalah mubah, baik bagi Rasulullah SAW maupun bagi umatnya. Oleh karena itu, perbuatan tersebut tidak termasuk dalam kategori mandub.
                        Sedangkan perbuatan-perbuatan yang bukan jibiliyah, bisa jadi termasuk dalam hal-hal yang ditetapkan khusus bagi Rasulullah SAW, dimana tidak seorangpun diperkenankan mengikutinya; atau boleh jadi tidak termasuk dalam perbuatan yang diperuntukkan khusus bagi beliau. Apabila perbuatan itu telah ditetapkan khusus bagi beliau SAW, seperti dibolehkannya beliau melanjutkan shaum pada malam hari tanpa berbuka, atau dibolehkannya menikah dengan lebih dari empat wanita, dan lain sebagainya dari kekhususan beliau; maka dalam hal ini kita tidak diperkenankan mengikutinya. Sebab, perbuatan-perbuatan tersebut telah terbukti diperuntukkan khusus bagi beliau berdasarkan ijma' Shahabat. Oleh karena itu tidak dibolehkan meneladani beliau dalam perbuatan-perbuatan semacam ini.
                        Akan halnya dengan perbuatan beliau yang kita kenal sebagai penjelas bagi kita, tidak ada perselisihan bahwa hal itu merupakan dalil. Dalam hal ini penjelasan tersebut bisa berupa perkataan, seperti sabda beliau:

صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِيْ أُصَليِّ
Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat

خُذُوْا عَنِّيْ مَنَاسِكَكُمْ
"Laksanakan manasik hajimu berdasarkan manasikku (apa yang telah aku kerjakan)"

PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Oleh
Muhammad Ismail Yusanto

           
            Semua orang  tahu alam Indonesia sangat kaya. Areal hutannya termasuk paling luas di dunia, tanahnya subur, alamnya indah. Indonesia juga adalah negeri yang memiliki potensi kekayaan laut luar biasa. Wilayah perairannya  sangat luas, belum lagi kandungan ikan yang diperkirakan mencapai  6,2 juta ton, mutiara,  minyak dan kandungan mineral lainnya, termasuk di dalamnya keindahan alam bawah lautan. Dari potensi ikan saja, menurut Menteri Kelautan, bisa didapat devisa lebih dari 8 milyar US dollar setiap tahunnya. Sementara, di daratan terdapat  berbagai bentuk barang tambang berupa emas, nikel, timah, tembaga, batubara dan sebagainya. Di bawah perut bumi sendiri tersimpan gas dan minyak yang juga termasuk cukup besar. Kandungan emas di bumi Papua yang kini dikelola PT. Freeport Indonesia, misalnya, konon termasuk yang terbesar di dunia. Tak heran bila McMoran Gold and Coper, induk dari PTFI, berani membenamkan investasi yang sangat besar untuk mengeduk emas dari bumi Papua itu sebanyak-banyaknya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
            Tapi, semua orang juga tahu, kini Indonesia terpuruk menjadi negara miskin. GNP perkapita hanya sedikit lebih banyak dari Zimbabwe, sebuah negara miskin di Afrika. Sudahlah rakyatnya miskin, utang negara luar biasa besar. Disebut-sebut  lebih dari Rp 1400 trilyun rupiah. Sebanyak Rp. 742 triliun rupiah diantaranya berupa utang luar negeri, sisanya adalah utang dalam negeri (Forum, 5 Maret 2002). Pertanyaannya,  siapa yang harus menanggung beban utang yang sedemikian besarnya itu? Tidak lain tentu saja adalah rakyat Indonesia sendiri. Hal ini nampak pada pos penerimaan  dalam APBN tahun 2002 yang dari sektor pajak  mencapai sekitar 70%. Itu artinya, rakyat  jualah yang harus menanggung beban keterpurukan ekonomi Indonesia. Jika kondisi seperti ini tidak segera dibenahi, maka dikhawatirkan akan timbul bencana ekonomi yang lebih berat dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

KEAMPUHAN SYARIAT ISLAM MENGATASI KRIMINALITAS

Falsafah Hukum Sanksi

Islam menganggap bahwa kejahatan adalah perbuatan-perbuatan tercela (al-qabih). Sedangkan yang dimaksud dengan tercela (al-qabih) adalah perbuatan-perbuatan yang Allah cela. Itu sebabnya, suatu perbuatan tidak dianggap jahat kecuali jika ditetapkan oleh syara’ bahwa perbuatan tersebut tercela. Ketika syara’ telah menetapkan bahwa perbuatan itu tercela, maka sudah pasti perbuatan tersebut disebut kejahatan, tanpa melihat lagi apakah tingkat dan jenis kejahatan tersebut besar ataupun kecil. Syara’ telah menetapkan perbuatan tercela sebagai dosa (dzunub) yang harus dikenai sanksi. Jadi, dosa itu substansinya adalah kejahatan.
Kejahatan sendiri bukan berasal dari fitrah manusia. Kejahatan bukan pula semacam “profesi” yang diusahakan oleh manusia. Kejahatan bukan juga ‘penyakit’ yang menimpa manusia. Kejahatan (jarimah) adalah tindakan melanggar aturan yang mengatur perbuatan-perbuatan manusia dalam hubungannya dengan Rabbnya, dengan dirinya sendiri, dan hubungannya dengan manusia lain. Allah Swt telah menciptakan manusia lengkap dengan potensi kehidupannya, yaitu meliputi naluri-naluri dan kebutuhan jasmani. Naluri-naluri dan kebutuhan jasmani adalah potensi hidup manusia yang mampu mendorong manusia untuk melakukan pemenuhan terhadap potensi hidupnya. Manusia yang mengerjakan suatu perbuatan yang muncul dari potensi hidup tadi, adalah dalam rangka mendapatkan pemenuhan terhadap potensi hidupnya.

Menegakkan Kembali Negara Khilafah: Dengan Metode Rasulullah Saw

Sejak Inggris dan negara-negara Barat meruntuhkan negara Khilafah pada tanggal 3 Maret 1924, umat tidak pernah lagi merasakan kebahagiaan barang satu hari pun. Sejak itu hingga kini, umat menghadapi berbagai masalah seperti keterpecah-belahan, pendudukan negeri-negeri mereka oleh para penjajah, keterpurukan ekonomi dan sosial, dan lain-lain.

Siapa saja yang menjadikan Rasul sebagai contoh teladan, akan dapat melihat bagaimana Rasulullah Saw beserta kelompoknya dari para sahabatnya berjuang melawan seluruh kebatilan dan menghadapi segala rintangan dalam rangka meninggikan agama Allah SWT di muka bumi dengan mendirikan negara Islam di Madinah.

Siapapun yang membaca sejarah perjuangan Rasulullah Saw dan ingin mengikuti langkah-langkah beliau tidak akan mempersoalkan 13 tahun lamanya beliau berjuang, tetapi bagaimana beliau dengan partai politiknya yang beranggotakan para sahabat beliau berhasil mendirikan negara Islam. Metode inilah yang juga diadopsi oleh Hizbut Tahrir.

FFORMULASI HUBUNGAN AGAMA DAN NEGARA: PENDEKATAN SYAR’I


        Belakangan ini tuntutan penerapan syariat Islam secara formal oleh negara semakin menggejala. Hizbut Tahrir, misalnya, menegaskan secara terbuka: “Umat Islam rindu negara menerapkan syariat Islam.” Dalam sidang tahunan MPR beberapa minggu lalu massa Hizbut Tahrir melakukan pawai akbar menuntut penerapan syariat Islam secara formal oleh negara. Diyakini bahwa tanpa penerapan syariat, Islam tereduksi hanya menjadi masalah ritual yang bersifat individual, seperti masalah salat, puasa, penghormatan kepada orang lain, dan lain sebagainya. Diyakini pula bahwa penerapan syariat Islam oleh negara dapat mengatasi berbagai persoalan sosial-ekonomi yang semakin  semakin kompleks.
Tuntutan penerapan syariat Islam nampak bersifat ideologis, bukan hanya pelampiasan ketidakpuasan atau frustrasi akibat kesulitan ekonomi, seperti dituduhkan Hamid Basyaib, yang menyebutkan, gejala fundamentalisme Islam sudah menjadi rebel without cause seperti fundamentalis-Kristen Amerika atau kaum skinhead di Negeri Paman Sam (Islamlib.com).
Tuntutan yang bersifat ideologis itu mengakibatkan “kegerahan” pihak yang anti “formalisasi syariah Islam” seperti nampak dalam diskusi-diskusi yang dilakukan para penyokong gagasan Islam liberal. Makalah ini akan mendiskusikan argumentasi-argumentasi keberatan atas penerapan syaraiat Islam, bentuk hubungan Islam dan negara, serta implikasi penerapan syariat Islam bagi tujuan-tujuan kemanusiaan.

Anak Yang Bijak.

Suatu hari, ayah dari suatu keluarga yang sangat sejahtera
membawa anaknya bepergian ke suatu negara yang sebagian besar
penduduknya hidup dari hasil pertanian, dengan maksud untuk
menunjukkan bagaimana kehidupan orang-orang yang miskin.

Mereka menghabiskan waktu berhari-hari di sebuah tanah
pertanian milik keluarga yang terlihat sangat miskin.
Sepulang dari perjalanan tersebut, sang ayah bertanya kepada
anaknya, "Bagaimana perjalanan tadi?" "Sungguh luar biasa, Pa."
"Kamu lihat kan bagaimana kehidupan mereka yang miskin?"
tanya sang ayah. "Iya, Pa," jawabnya. "Jadi, apa yang dapat
kamu pelajari dari perjalanan ini?" tanya ayahnya lagi.


Si anak menjawab, "Saya melihat kanyataan bahwa kita mempunyai
seekor anjing sedangkan mereka memiliki empat ekor.

Kita punya sebuah kolam yang panjangnya hanya sampai ke
tengah-tengah taman, sedangkan mereka memiliki sungai kecil
yang tak terhingga panjangnya.

Kita memasang lampu taman yang dibeli dari luar negeri dan
mereka memiliki bintang-bintang di langit untuk menerangi
taman mereka.

Beranda rumah kita begitu lebar mencapai halaman depan dan
milik mereka seluas horison.

Kita tinggal dan hidup di tanah yang sempit sedangkan mereka
mempunyai tanah sejauh mata memandang.

Kita memiliki pelayan yang melayani setiap kebutuhan kita
tetapi mereka melayani diri mereka sendiri.


Kita membeli makanan yang akan kita makan, tetapi mereka
menanam sendiri.


Kita mempunyai dinding indah yang melindungi diri kita dan
mereka memiliki teman-teman untuk menjaga kehidupan mereka.


Dengan cerita tersebut, sang ayah tidak dapat berkata apa-apa.
Kemudian si anak menambahkan, "Terima kasih, Pa, akhirnya aku
tahu betapa miskinnya diri kita."

Terlalu sering kita melupakan apa yang kita miliki dan hanya
berkonsentrasi terhadap apa yang tidak kita miliki. Kadang
kekurangan yang dimiliki seseorang merupakan anugerah bagi
orang lain.


Semua berdasar pada perspektif setiap pribadi. Pikirkanlah apa
yang akan terjadi jika kita semua bersyukur kepada Tuhan atas
anugerah yang telah disediakan oleh-Nya bagi kita, daripada
kuatir untuk meminta lebih lagi.

Muslimah Berkarier, Mungkinkah? Oleh: Hari Moekti

Di Roma, pada suatu seminar yang diadakan gereja pada abad pertengahan, membahas suatu permasalahan krusial; hakikat wanita. Ada beberapa pertanyaan yang ingin dijawab pada diskusi tersebut. Apakah nyawa wanita sama dengan nyawa pria? Ataukah ia hanya memiliki nyawa seperti nyawa hewan, anjing dan musang? Di penghujung acara sebagai konklusi disebutkan bahwa wanita itu tidak memiliki nyawa sama sekali, dikarenakan ia tidak akan dibangkitkan pada kehidupan yang kedua kalinya (Emansipasi; Adakah Dalam Islam? Abd. Rahman al Baghdadi, GIP).
            Kaum wanita boleh saja tersinggung dengan keputusan seminar tersebut, tapi siapa yang peduli? Kaum pria pada masa itu di Eropa adalah penguasa tunggal, termasuk berdiri mengangkangi wanita. Orang-orang Eropa itu tidak tahu atau tidak mau tahu, bahwa Islam telah turun dengan seperangkat aturan yang menempatkan wanita setara dengan pria dan sesuai dengan kodrat kewanitaannya. Islam pun memuliakan wanita dan membebaskan wanita dari persepsi negatif tradisi jahiliyah yang sudah kepalang mengasumsikan melahirkan anak perempuan adalah suatu aib besar.

STRATEGI PEMUDA ISLAM DI MILENIUM KETIGA

Pendahuluan

Islam adalah sebuah sistem kehidupan yang unik, sistem Ilahi yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.   Sebagai realitas sejarah, Islam yang mula pertama diperkenalkan oleh Rasulullah saw. di kota Mekkah dan kemudian mendapatkan basis dukungan yang sangat kuat di kota Yatsrib (Madinah Al Munawwarah) itu telah berhasil tampil sebagai ideologi dan sistem kehidupan baru di dunia, sekaligus menggantikan sistem kehidupan jahiliyyah yang dianut oleh bangsa Arab Jahiliyyah.  Juga Islam menggantikan sistem kehidupan yang diadopsi dua negara adidaya waktu itu, Rumawi dan Persia.  Dalam perkembangan selanjutnya Islam menjadi sistem kehidupan yang dianut oleh hampir seluruh bangsa di dunia selama berabad-abad. Peradaban Islam maupun iptek yang dikembangkan oleh kaum muslimin menjadi pedoman sebagian besar umat manusia.  Bahkan telah mempengaruhi dan mengilhami kebangkitan (renaissance) Eropa, sekalipun mereka tidak memeluk Islam.  (Kenapa orang-orang Eropa yang bangkit lantaran keterpengaruhan mereka oleh Islam dan kemajuan kaum muslimin waktu itu tidak mengganti agama mereka dengan masuk Islam?  Ini merupakan rahasia Allah SWT yang bisa kita pahami dari firmanNya dalam QS. Yunus 99:“Dan jikalau Rabb-mu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang ada di muka bumi seluruhnya…”). 

MENJAWAB TUDUHAN MIRING TERHADAP SYARI’AT ISLAM

Segala puji bagi Alloh, Tuhan Pencipta bumi, langit dan isinya, Tuhan Maha mengatur alam, manusia dan kehidupan. Sholatan wa salaman atas Nabi Muhammad, saw. Kepada shahabatnya, dan pengikut jejak langkah da’wahnya. (Makalah ini  saya tulis tidak menggunakan pendekatan metode ilmiah namun dengan pendekatan analisis(Jurnalism aproach), untuk lebih memudahkan pemahaman para pembaca)
        Tuduhan miring tentang Syari’at Islam yang datang dari berbagai kalangan  kalangan kafirin, munafiqiin, zalimiin maupun manusia yang ditokohkan dalam kelompoknya dengan predikat kyai haji, ulama, atau cendikiawan, itu adalah merupakan sunnatuloh yang telah terjadi semenjak dimulainya perjuangan Islam oleh Rosululloh, saw. Hingga sekarang dan akan terjadi di masa yang akan datang. Hal itu dimaksudkan agar jelas dan nyata antara yang haq dan bathil, yang halal dan haram, yang iman dan syirik, yang muslim dan yang kafir.
       Ada orang yang mengatakan “Kalau Syari’at Islam ditegakkan di negeri ini, maka akan terjadi disintegrasi bangsa” itu sangatlah wajar bagi akal manusia yang berada pada alam jahiliyah, karena mereka belum memahami hukum wajibnya menegakkan Syari’ah Islam, baik secara aqidah maupun syri’ah.