Pages

Site Info

Minggu, 01 Mei 2011

AGENDA UMAT PASCA PEMILU “PENCERDASAN POLITIK PEREMPUAN”

Mukaddimah
  Apa arti pemilu bagi umat ?  Iklan-iklan tentang pemilu yang bertebaran di sela-sela acara televisi dapat menjadi representasi jawaban.  Pemilu  adalah kesempatan bagi umat dalam menentukan nasibnya di masa depan, yaitu dengan memilih pemimpin yang dapat membawa dan memperjuangkan aspirasi umat.  Namun apakah setelah itu tugas umat dalam kancah perpolitikan bangsa berakhir ?  Atau justru baru dimulai ? Akan sulit bagi umat untuk menjawab pertanyaan ini tanpa tahu seperti apa seharusnya peran politik yang dimilikinya.  Dan sayangnya, justru kondisi inilah yang masih dominan di kalangan umat.  Terlebih lagi di kalangan perempuan. 
Opini yang terbentuk di kalangan perempuan menunjukan kepuasan mereka dengan ditetapkannya kebijakan kuota 30 persen anggota legislatif adalah perempuan.  Padahal kalau kita kaji lebih cermat, kuota ini justru adalah suatu pengakuan rendahnya kualitas politik perempuan.  Kalau kualitas politik perempuan memang memadai, apakah perlu bantuan aturan kuota untuk bisa menduduki kursi parlemen?
Sudah saatnya umat, termasuk kaum perempuan, merenungkan ulang kesadaran politik yang dimilikinya, agar tidak lagi terjebak dalam euphoria politik lima tahunan secara sia-sia. 

Peta Perpolitikan Umat
Membaca kondisi perpolitikan umat Islam di Indonesia adalah ibarat membaca

sebuah cerita tragedi.  Betapa tidak.  Dengan jumlah mayoritas, hampir 80 % dari s eluruh penduduk Indonesia, umat Islam justru seringkali dipinggirkan.  Memang sebagian besar penguasa beragama Islam, tetapi pada faktanya keberpihakan mereka terhadap umat kurang sekali.  Sebagai contoh, dalam masalah makanan halal.  Umat Islam dituntut oleh agamanya untuk hanya memakan makanan halal.  Namun, pelaku industri pangan sebagian besar bukan orang Islam.  Bagaimana umat Islam akan mendapatkan jaminan kepastian halal, bila pemerintah tidak membuat aturan yang mewajibkan produsen hanya memproduksi makanan halal ?  Dalam masalah ini pemerintah malah berlepas tangan, menyerahkan masalah pada umat yang tidak punya kekuatan untuk memaksa produsen memiliki komitmen terhadap konsep halal.


Sayangnya, umat Islam sendiri tenang-tenang saja saat hak-haknya tidak dipenuhi oleh penguasa.  Inilah cermin kesadaran politik yang masih rendah.  Umat hanya berpikir untuk terlibat politik saat pemilu saja.  Setelah pemilu ? Umat seakan tidak memiliki alternatif lain dalam peran politik kecuali menunggu pemilu lima tahun berikutnya untuk memilih partai lain yang lebih aspiratif.  Setidaknya inilah yang ditunjukkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Center for Study of Development and Democracy (CESDA) LP3ES tahun 2002 lalu. 
Pembusukan politik yang terjadi di negeri ini menyebabkan hilangnya kepercayaan umat terhadap parpol/ormas dan politisi.  Mereka cenderung skeptis, dengan asumsi bahwa semua politisi adalah sama, kalau sudah duduk di kursi kekuasaan akan lupa daratan.  Generalisasi ini membuat umat tidak lagi memiliki gambaran seperti apakah politisi yang seharusnya.  Karena itu, mereka akan mendukung para politisi yang dapat memberi “bukti” nyata terhadap kesejahteraan hidup mereka.  Misal, politisi yang membagi-bagikan uang, memberi pelayanan kesehatan gratis, menyumbangkan sembako, memperbaiki jalan, dan sebagainya.  Para politisi yang menginginkan untuk terpilih akan mengikuti mekanisme ini.  Dan untuk menutup modal yang mereka keluarkan, mereka akan korupsi lagi.  Begitu seterusnya seperti lingkaran setan yang tidak jelas lagi mana ujung mana pangkal.
  Munculnya fenomena semacam ini adalah wajar  karena mayoritas umat masih beranggapan bahwa politik identik dengan kekuasaan.  Aktivitas politik hanya dibatasi pada aktivitas untuk menduduki dan menumbangkan kekuasaan, aktivitas di partai politik dan aktivitas sebagai anggota parlemen.  Umat tidak memiliki gambaran lain tentang politik, yang utuh dan benar.  
  Semua problematika perpolitikan umat pada dasarnya tidak lepas dari proses pembodohan politik yang menjadi strategi bangsa-bangsa penjajah Barat.  Umat dijauhkan dari aktivitas politik, termasuk dengan membuat berbagai fitnah terhadap sistem perpolitikan Islam.  Kekhilafahan Islam diidentikkan dengan imperialisme, keterbelakangan, otoriterisasi sampai “penghareman” gadis-gadis cantik.  Akibatnya umat buta terhadap keagungan politik Islam, dan menganggapnya hanya sebagai bagian dari sejarah yang tidak mungkin diulang kembali.  Padahal, di tengah berbagai sistem politik yang selalu gagal, baik sosialis maupun kapitalis-demokrasi, Islam semestinya mampu menjadi alternatif terbaik. 
Apakah umat masih tetap akan berdiam diri saja melihat kondisi ini?  Apakah umat hanya mau menjadi objek partai dengan imbalan sembako, kaos, uang dan seribu janji manis?  Padahal umat seharusnya sadar kalau mereka hanya diperhatikan ketika menjelang pemilu?  Masihkah umat diam saja???  Lantas apa yang harus umat lakukan???  Jawabannya hanya satu yaitu umat harus cerdas politik!!! 
Konsep pencerdasan politik ini, baik pada umat maupun politisi, secara sempurna telah diatur dalam Islam.  Namun sedikit sekali orang yang mau menelaahnya, sehingga konsep yang mulia ini baru sebatas konsep, belum dijalankan secara riil di tengah umat oleh parpol-parpol Islam yang ada. 
         

Politik dan Politisi dalam Islam

          Secara etimologis, kata politik (saasa-yasuusu-siyaasah) bermakna mengurus, mengelola.  Terma ini diambil dari sebuah sabda Nabi saw berikut : “Sesungguhnya dulu yang mengurus keperluan Bani Israel adalah para nabi.  Setiap kali seorang nabi meninggal muncul nabi yang lain.  Hanya saja tidak ada nabi sesudahku, tetapi akan muncul para khalifah.” (HR Muslim ) 
          Sementara itu, secara terminologis dari hadist di atas pula, yang juga disandarkan pada realitas historis kehidupan politik Rasulullah saw. Dan para khalifah sesudahnya, bisa diambil pengertian politik Islam (as-siyaasah al-islamiyyah), yaitu penanganan urusan umat, baik urusan dalam negeri maupun urusan luar negeri, berdasarkan kaidah-kaidah syariat (Lihat : Abdul Qadim Zallum, Al Afkaar as-siyaasah, hlm. 7, Dar al-Ummah, Beirut : 1994)


          Dari pengertian tersebut, nampak bahwa dalam Islam, kekuasaan itu diorientasikan semata-mata untuk melayani umat.  Penguasa dalam Islam adalah pelayan umat, bukan sebaliknya.  Dengan pemahaman semacam ini, politik Islam bernilai luhur dan sakral, karena ia merupakan bagian integral dari agama.  Berbeda halnya dengan politik yang berkembang saat ini yang kering dari nilai-nilai spiritual.
          Sedangkan politisi dalam pandangan Islam adalah orang yang mengikuti dan terlibat dalam aksi-aksi politik serta memahami konstelasi politik internasional dalam rangka mengurusi kepentingan umat.  Pengertian ini berbeda dengan pemahaman yang ada tentang politisi, yang membatasi penyebutan politisi hanya untuk orang-orang yang aktif di parpol. 
          Seorang yang hendak berkecimpung dalam politik tentu saja harus memiliki kesadaran politik yang tinggi.  Kesadaran politik di sini bukan hanya berarti kesadaran terhadap situasi politik, berbagai peristiwa politik atau senantiasa mengikuti perkembangan politik, baik nasional maupun internasional.  Namun kesadaran politik tersebut harus disertai dengan adanya sudut pandang tertentu yang digunakan dalam menilai, menstandar dan menyikapi suatu situasi atau peristiwa politik.  Sudut pandang ini bagi seorang politisi muslim adalah aqidah Islamiyyah. 
          Kesadaran politik ini akan mendorong seseorang untuk berbuat sesuatu saat ia melihat hal-hal yang melenceng dari koridor pengaturan urusan umat sesuai yang telah digariskan oleh syara’.  Bila ia mampu menganalisis dan merumuskan dengan tepat sikap dan tindakan apa yang harus dilakukannya untuk meluruskan kembali penyimpangan tadi maka ia akan menjadi seorang politisi yang cerdas politik
          Kesadaran dan kecerdasan politik yang dimiliki oleh seorang politisi muslim, bukanlah sesuatu yang bisa disimpan hanya dalam hati saja.  Kesadaran dan kecerdasan ini ibarat api, akan membakar semangat perjuangan pada diri pemiliknya, sehingga pemiliknya akan terus berjuang menghidupkan api kesadaran dan kecerdasan ini pada orang lain, termasuk pada sesama politisi.     

Agenda Umat Pasca Pemilu

Dari penggambaran di atas, mulai dapat kita bayangkan apa yang harus dilakukan saat ini oleh umat.  Dalam Islam, umat diharuskan untuk cerdas politik, sama saja apakah dia laki-laki ataupun perempuan.  Ini dikarenakan Islam mewajibkan umat untuk melakukan muhasabah terhadap penguasa.  Bagaimana umat dapat melakukan muhasabah, bila mereka tidak tahu apa dan bagaimana hukum Islam yang harus diterapkan oleh penguasa, apa hak-hak mereka yang harus dipenuhi oleh negara, dan bagaimana pemenuhannya ?
Begitu pula umat memiliki kewajiban untuk melakukan pengkoreksian terhadap parpol dan ormas yang ada.  Bagaimanapun, parpol dan ormas adalah representasi dari umat, dan umumnya, para pemimpin lahir dari sana.  Dengan demikian bila parpol dan ormas tidak mampu berfungsi sebagaimana mestinya, atau menyimpang dari aturan-aturan syara’, umat harus melakukan koreksi. 
Kewajiban melakukan pengkoreksian ini berlaku umum bagi siapapun di kalangan umat.  Rasulullah saw. bersabda :  
Siapa saja  melihat penguasa yang menyimpang, yang menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah, menguasai hamba-hamba Allah dengan dosa dan penganiayaan, dan ia tidak mau mengubahnya dengan ucapan ataupun perbuatan, maka wajib atas Allah untuk memasukkannya pada tempat penguasa itu (neraka). “
Juga sabdanya : Siapa saja di antara kalian melihat kemungkaran, maka harus mengubahnya dengan tangannya.  Apabila tidak mampu, maka dengan lisannya.  Apabila tidak mampu, maka dengan hatinya.  Dan itulah selemah-lemah iman.”(HR Muslim)
Agenda umat tentu saja harus berjalan selaras dengan agenda parpol.  Dalam hal ini umat harus punya kesadaran untuk mencerdaskan diri dalam politik. Dengan kecerdasannya, umat mampu bersikap kritis terhadap sistem dan memiliki dorongan yang kuat untuk berjuang bersama-sama parpol yang shahih mengembalikan sistem yang akan menjamin kehidupan mereka.  Tidak hanya kehidupan dunia, tetapi juga akherat mereka. 
  Bagaimana umat mencerdaskan diri dalam politik ?  Tentu, dengan mengikuti pembinaan yang berdimensi politik oleh parpol-parpol yang mereka yakin akan integritas perjuangannya, yakin akan kekuatan ideologinya, dan terutama, yakin terhadap kebenaran idenya.

Pencerdasan Politik bagi Perempuan

          Perempuan adalah bagian integral dari umat.  Upaya pencerdasan politik bagi umat, mencakup juga pencerdasan politik bagi perempuan.  Namun karena kesenjangan yang begitu besar antara kesadaran politik di kalangan laki -laki dan perempuan, menyebabkan pembahasan pencerdasan politik bagi perempuan memiliki urgensi tersendiri.

Perempuan di Tengah Perjuangan Umat

          Kaum perempuan saat ini, sebagian asyik dengan sinetron dan gosip, sebagian terbuai oleh karier, dan sebagian lagi kerja keras membanting tulang hanya demi sesuap nasi.  Ada sebagian kecil perempuan pejuang, namun karena terlalu sedikit jumlahnya, seringkali tidak cukup merepresentasikan kehadiran perempuan di tengah perjuangan umat.
          Perempuan sebagai manusia memiliki potensi yang sama dengan laki-laki.  Kecerdasan dan kemampuannya menerima suatu kebenaran sama.  Kewajiban untuk berkecimpung dalam bidang politik pun sama, karena ketika Allah menyeru hambaNya untuk melakukan aktivitas politik, tidak membedakan untuk laki-laki atau perempuan.  Sebagaimana firman Allah :  “Dan haruslah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan (Islam), mengajak kepada yang ma’ruf dan melarang dari kemungkaran.  Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS Ali Imran : 104).
 Namun, secara tabiat, ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan.  Perempuan ditaqdirkan untuk menjadi ibu.  Dia mengandung, melahirkan, menyusui, dan mengasuh anak, sesuatu yang tidak mungkin dilakukan oleh laki-laki.  Berangkat dari tabiatnya ini, perempuan memiliki peran khusus dalam perjuangan umat.
          Sebagai ibu, perempuan berperan besar dalam melahirkan generasi yang akan memikul amanah perjuangan umat.  Tanpa kesediaan ibu untuk mengandung dan melahirkan, melewatkan masa-masa sulit selama sembilan bulan, dilanjutkan masa-masa yang melelahkan sampai anak mampu mandiri; tidak mungkin akan ada generasi  yang baru.  Tanpa adanya jerih payah ibu untuk mendidik, menanamkan agama dan membentuk kepribadian Islam pada anak, tidak mungkin ada generasi berkualitas yang sanggup memimpin umat kembali pada kejayaannya.
          Ibu yang memiliki kesadaran politik berpotensi besar untuk mencetak generasi yang lebih baik.  Ini karena ibu memiliki kepekaan untuk mengidentifikasi hal-hal yang membahayakan kelangsungan pendidikan anak.  Acara-acara televisi yang menjerumuskan anak dalam gaya hidup hedonisme, permisivisme, syirik, dan menjauhkan anak dari ajaran agamanya bisa dideteksi dengan baik oleh ibu yang memiliki kesadaran politik tinggi.  Begitu pula bahaya-bahaya yang datang dari lingkungan tempat tinggal, sekolah, dari media massa selain televisi, dan dari masyarakat, bisa ditangkap dan dianalisis, sehingga ibu seperti ini mampu untuk merumuskan langkah-langkah pengamanan yang tuntas dan tepat.  Ibu tidak hanya merasa cukup dengan mematikan televisi, melarang anak nonton, melarang anak bergaul, dan langkah-langkah parsial individual lain, tetapi langkah-langkah ini disertai juga dengan langkah-langkah untuk mengubah kondisi yang ada.  Membina masyarakat, membentuk opini, dan menggalang dukungan terhadap langkahnya untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar. 
          Begitu pula, ibu yang berkesadaran politik berpeluang lebih besar untuk dapat mencetak seorang politisi handal.  Bagaimana tidak.  Dalam setiap interaksinya dengan anak, ibu selalu memberikan wawasan, lebih banyak mengajak anak untuk melihat realita dan menganalisisnya.  Kebiasaan ini secara langsung maupun tidak akan mengasah ketajaman pemikiran politik anak, sesuatu yang sangat vital bagi seorang politisi.
          Terbentuknya pribadi-pribadi politisi yang tangguh seperti ini, akan memudahkan proses pengkaderan yang dilakukan partai.  Dengan demikian akan muncullah generasi politisi muslim yang berjiwa ikhlas, bersih, berani, pantang meyerah, dan mempersembahkan perjuangannya semata-mata untuk Allah dan ketinggian agamanya.
          Perempuan juga dapat memiliki peran yang besar dalam pengembangan umat.  Perempuan,  memiliki peluang dan kesempatan yang lebih untuk membina sesama perempuan.  Perempuan-perempuan yang terbina nantinya akan menjadi satu kekuatan besar dalam perjuangan umat, mengingat jumlah perempuan mencapai 51 persen dari keseluruhan penduduk Indonesia.   
          Sejarah mencatat  banyak perempuan yang menorehkan tinta emas dalam perjuangan umat Islam, karena telah ikut aktif dalam menyampaikan dan mengajak masyarakat kepada Islam.  Diantaranya Fathimah binti Khathab yang berhasil menyentuh hati Umar bin Khathab untuk membaca syahadat dan selanjutnya menjadi singa pejuang Islam.  Seorang perempuan yang tidak disebut namanya dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari- Muslim, setelah bertemu Nabi Muhammad saw, mengajak keluarganya untuk masuk Islam. Keluarganya menerima dan masuk Islam. Saat kaum muslimin menyerang orang-orang musyrik di sekitar perkampungan perempuan tersebut, namun tidak mengganggu perkampungannya, perempuan tadi berkata kepada kaumnya,” Kukira orang-orang Islam itu membiarkan kalian secara sengaja (karena ada hubungan baik antara dia dan kaum muslimin).  Karena itu, maukah kalian masuk Islam ?”
Ajakan perempuan itu diikuti kaumnya, lalu mereka masuk Islam.
          Di Mekkah, seorang perempuan bernama Ummu Syuraik dari kabilah Quraisy masuk Islam.  Saat itu kaum muslimin masih sedikit dan sangat lemah.  Walaupun demikian Ummu Syuraik tetap berani berkunjung ke perempuan-perempuan Quraisy yang lain untuk memperkenalkan dan mengajak mereka masuk Islam.  Ketika warga Mekah mencium hal ini, mereka menangkap dan mengancamnya, “ Kalau bukan karena kaummu, tentu kamu sudah kami hajar (diceritakan oleh Ibnu Hajar al Asyqalani dalam kitabnya Al Ishabah fi Tamyiz ash-Shahabah, jil. 4 hal 466.)
          Dengan peran strategis perempuan dalam perjuangan umat, pendidikan politik bagi mereka menjadi amat penting,  Pendidikan politik bagi perempuan, selain meningkatkan kecerdasan politik perempuan juga berarti mencerdaskan generasi yang mereka cetak.   Demikian juga diharapkan dengan pendidikan politik bagi perempuan, mereka dapat berperan lebih besar dalam memperjuangkan kepentingan umat dengan jalan yang shahih dalam pandangan Islam. 

Target Pencerdasan Politik Perempuan

          Pendidikan politik bagi perempuan memiliki beberapa target, yaitu : 1) memberikan pemahaman yang benar tentang politik dalam pandangan Islam.  Ini untuk menghilangkan kesan bahwa politik adalah wilayah yang “tidak ramah” bagi perempuan. 2) meningkatkan kesadaran politik perempuan.  Ini berarti perempuan juga terlibat aktif mengikuti peristiwa-peristiwa politik, melakukan penelaahan, dan mengambil sikap dengan menggunakan sudut pandang Islam.  Tidak berbeda apakah perempuan tadi sudah menikah atau belum, apakah dia hanya ibu rumah tangga saja, perempuan karier, politisi, mahasiswi, cendekiawan ataupun ulama.  Perempuan yang sadar politik, dimanapun posisinya akan tetap sama.  Dia tetap akan meluangkan waktu untuk mengikuti perkembangan peristiwa-peristiwa politik dan melakukan penelaahan.  Dia selalu mempelajari, mengkaji dan mengikatkan diri terhadap aqidah Islam dan hukum-hukum yang terpancar darinya ketika mensikapi suatu peristiwa politik.  Dia tidak akan diam dan terlena dengan kondisi yang dihadapinya, tetapi kesadaran yang dimilikinya akan mendorongnya untuk terus berjuang, di manapun dia berada; 3) membentuk perempuan cerdas politik, yaitu perempuan yang selain sadar politik juga memiliki ketajaman analisis terhadap apa yang ada di balik berbagai peristiwa politik.  Dengan demikian dia dapat menentukan langkah-langkah politis yang tepat dalam mensikapi suatu peritiwa politik.  
          Sebagai ilustrasi perempuan cerdas politik, saat terjadi larangan menggunakan jilbab di Peranis, dia tidak berpandangan bahwa masalah tersebut adalah masalah intern kaum muslimah Perancis.  Dia sadar bahwa saat itu yang terjadi bukan semata-mata  perbenturan antara Islam dan sekulerisme, karena dalam negara sekuler, rakyat bebas menentukan apakah dia mau berjilbab atau tidak.  Negara tidak akan turut campur.  Yang terjadi justru adalah eliminasi ajaran agama, atau dengan istilah mereka “meredam fundamentalisme dan radikalisme agama.” 
          Dengan analisis semacam ini, perempuan yang cerdas politik dapat menentukan langkah.  Dia tidak boleh diam.  Dia harus berjuang membantu saudara seaqidah yang dizhalimi penguasa Perancis.  Namun dia tahu bersuara seorang diri tidak akan membawa hasil.   Untuk menyampaikan pendapatnya, tentu dia harus mendatangi kedutaan Perancis dengan mengerahkan massa yang besar, agar pendapat tersebut didengar dan diperhatikan penguasa Perancis. Karena itu dia akan bergabung bersama partai yang memiliki visi sama  terhadap masalah ini untuk menekan pemerintah Perancis agar mencabut larangan berjilbab.      
Dorongan untuk berjuang pada perempuan yang cerdas politik memang mau tidak mau akan mengantarkannya pada perjuangan secara berjamaah.  Pemahaman seperti ini berangkat dari kesadarannya akan beratnya perjuangan untuk melangsungkan kembali kehidupan Islam.  Kondisi umat yang masih awam, upaya dan rekayasa untuk mempreteli aqidah dan ajaran Islam secara tersistematis oleh musuh-musuh Islam, tentu tidak akan dapat dia hadapi dan selesaikan sendiri.  Karena itu, target pencerdasan perempuan yang paling utama adalah membuat perempuan bergerak untuk ikut serta bergabung dalam gerbong perjuangan umat.      
          Di sini perempuan harus memilih, dengan partai mana dia harus bergabung ?  Yang jelas, partai tersebut haruslah partai berasas Islam.  Partai tersebut memiliki metode perjuangan seperti yang digariskan oleh Rasulullah saw.  Ikatan antar anggota partai adalah aqidah Islam, tsaqofah partai adalah ide dan hukum-hukum Islam,  dan partai tersebut semata-mata berjuang untuk memberlangsungkan kembali kehidupan Islam.

Strategi Pencerdasan Politik Perempuan

          Dalam upaya pencerdasan perempuan dibutuhkan strategi yang jitu, yang mampu menghantarkan      kepada pencapaian target pencerdasan politik perempuan. Strategi tersebut adalah menjalin hubungan yang harmonis antara tiga komponen utama pelaku pencerdasan politik bagi perempuan yaitu penguasa, parpol/ormas dan umat khususnya kaum perempuan sendiri.
          Penguasa, sebagai pemegang kebijakan harus dapat memberikan suasana yang kondusif bagi terlaksananya pendidikan politik bagi kaum perempuan.  Penguasa yang sadar politik akan melayani semua urusan dan kepentingan kaum perempuan dengan baik dan berlapang dada ketika mendapat kritik dari kaum perempuan.  Akan tetapi sudah sewajarnya jika kaum perempuan pun tidak sekedar memberikan kritik kemudian selesai. Akan tetapi kritik yang membangun dan turut memberikan solusi-solusi terhadap permasalahan yang terjadi.  Dan ini hanya mungkin jika kaum perempuan cerdas politik!       Demikian pula parpol/ormas yang ada.  Tugas mereka sebagai representasi umat harus benar-benar dilaksanakan.  Jangan sampai hanya peduli kepada nasib perempuan ketika menjelang pemilu dan lupa diri ketika kekuasaan sudah di dapat.  Yang terpenting untuk segera dilakukan oleh parpol/ormas adalah secara aktif memberikan pendidikan politik ditengah-tengah kaum perempuan.  Baik sebelum maupun sesudah pemilu.
          Adapun kaum perempuan, mereka harus menyadari bahwa sudah saatnya mereka harus segera cerdas politik, dan tidak mencukupkan diri dengan urusan pribadi mereka.  Karena tanpa adanya kesadaran tersebut kapan perempuan akan bangkit dan kapan perempuan dapat memberikan sumbagsihnya bagi kebangkitan kaum muslimin? 
          Dengan demikian jika keharrmonisan ketika komponen di atas sudah tercapai, yaitu dengan dipahaminya posisi dan tugas masing-masing serta saling membangun sinergisasi, maka pencerdasan politik perempuan pasti akan tercapai.

Metode Pencerdasan Politik Perempuan

Metode pencerdasan politik bagi perempuan tidak lain adalah melalui pendidikan atau pembinaan politik. Pembinaan politik tersebut dilakukan oleh partai/ormas.  Tujuannya, tentu saja untuk membuat umat khusunya perempuan cerdas politik dan memiliki kesadaran politik yang shahih.  Saat ini, umat bukannya tidak memiliki kesadaran politik, namun baru kesadaran politik yang semu.  Artinya kesadaran politik umat  tidak berangkat dari pemahaman politik Islam dan  Islam tidak dijadikan sebagai sudut pandang yang digunakan dalam menilai berbagai peristiwa politik.  
Sebagai contoh, dalam kasus Akbar Tanjung, mahasiswa beramai-ramai melakukan demo ke MA menentang keputusan kasasi yang membebaskan Akbar dari tuduhan.  Tidakkah mahasiswa berpikir bahwa MA hanya tunduk pada sistem yang ada ?  Selama sistem kita tidak berubah, selama itu pula para koruptor kakap akan aman sentosa.  Bukan MA yang harus didemo, namun sistem-lah yang harus kita rombak.
 Pembinaan politik yang dimaksud yaitu membina individu atau pun kelompok perempuan dengan cara memahamkan mereka dengan pemikiran-pemikiran dan hukum-hukum Islam atau mengikuti peristiwa-peristiwa politik bukan sebagai teori yang abstrak.  Kemudian, pemikiran dan hukum tersebut dikaitkan dengan berbagai peristiwa dan kejadian politik.
Setiap individu perempuan muslimah dan umat secara umum harus senantiasa mengikuti setiap peristiwa politik, bukan sekedar sebagai reporter yang haus berita dan akademisi yang rajin mengumpulkan informasi, tapi sebagai politisi yang mengamati berbagai peristiwa dari sudut pandang yang khas, yaitu Islam, untuk selanjutnya menilai dan mengkaitkannya dengan peristiwa dan gagasan lain, atau dengan aksi-aksi politik yang terjadi. 
Contohnya ketika kita akan membukakan mata umat yang masih buta politik, bahwa saat ini kaum muslimin memiliki kesadaran yang rendah terhadap manuver musuh-musuh Islam dari negara-negara penjajah, kita dapat menjelaskan kepada mereka bahwa wajib bagi setiap muslim untuk mengetahui gerakan-gerakan musuh-musuh Islam dari negara-negara penjajah tersebut.  Mengingat musuh-musuh Allah tersebut akan senantiasa berupaya untuk menghancurkan Islam sebagai agama yang kaffah dan kaum muslimin.  Bahwa musuh-musuh Islam akan terus berupaya keras untuk mempetahankan kekuasaan (dominasi) mereka terhadap kaum muslimin.  Sehingga mereka bisa tetap menjajah kaum muslimin dan menyebarluaskan kehancuran di tengah-tengah kaum muslimin. 
Contoh nyatanya adalah kampanye “Perang Melawan Terorisme” yang dicanangkan oleh AS.  Tidak sedikit kaum muslimin yang ‘termakan’ propaganda AS ini.  Karena terorismr sering dikaitkan dengan syariah  Islam dan Daulah Islam, kaum muslimin sendiri menjadi alergi terhadap syariah dan Daulah Islam.  Lebih jauh lagi kaum muslimin rela diintervensi negaranya atas dasar kerjasama melawan terorisme.  Kondisi ini sangat membahayakan Islam dan kaum muslimin sendiri.  Jatuhnya Iraq, Afganistan, Palestina, Chechnya secara gampang adalah akibat kelalaian kaum muslimin dalam berpolitik.
Pembinaan politik yang berlandaskan ideology  dan aktivitas-aktivitas politik seperti di ataslah yang akan menghantarkan terciptanya kesadaran politik dalam diri kaum perempuan.  Hal ini harus menjadi perhatian bagi para pendidik umat seperti Majlis Ta’lim, pengurus remaja mesjid, dan kelompok-kelompok pengajian lainnya.  Materi-materi kajian harus ditelaah ulang sehingga tidak hanya membahas kajian-kajian yang bersifat individual saja tapi semua materi harus mengarah kepada terbentuknya kecersdasan politik di tengah-tengah umat.  Jika kesadaran politik ini terus ditingkatkan dengan mengikuti pembinaan politik yang berkesinambungan tentu akan segera melahirkan perempuan-perempuan yang cerdas politik. Selain itu dengan pendidikan politik yang berkesinambungan pada umat, maka dukungan terhadap aktivitas parpol akan lebih kuat.  Opini umum tentang penerapan syariat Islam akan membuat umat bergerak bersama-sama untuk menuntut pemberlakuannya.  Inilah yang kita kenal sebagai people power, yang telah terbukti memiliki kekuatan besar dalam merevolusi sistem yang ada.

 

Khatimah

Dari uraian di atas jelaslah bahwa begitu banyak agenda yang harus dikerjakan pasca pemilu, baik oleh penguasa, parpol/ormas maupun umat secara keseluruhan.  Dan agenda tersebut membutuhkan kesunguhan dan keseriusan dari semua pihak.  Yang jelas saat ini yang harus kita sadari adalah, bahwa  kebutuhan yang amat mendesak untuk sesegera mungkin melakukan pembinaan politik secara maksimal di kalangan umat, yang darinya akan lahir sejumlah besar politisi muslim/muslimah yang penuh inisiatif. Selain itu juga harus dilakukan pembudayaan politik di tengah-tengah umat.  Yaitu menyampaikan dakwah ke seluruh dunia dan menyebarluaskan pedoman hidup (petunjuk) kepada seluruh umat manusia.  Dengan demikian upaya pencerdasan politik umat khususnya kaum perempuan dapat segera tercapai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar