Tidak bisa dipungkiri, bahwa kondisi pendidikan di negeri kita saat ini babak belur. Dari sisi SDM misalnya, yang dihasilkan oleh pendidikan kita jauh dari harapan. Saat ini, hampir di seluruh kota-kota besar tawuran antar pelajar, seks bebas, narkoba, dan perilaku rusak lainnya seolah-olah menjadi ‘teman karib’ para pelajar sekarang. Kepribadian mereka kacau; tidak tersentuh sama sekali nilai-nilai Islam. Memang, ada pelajar-pelajar yang berprestasi dan berkepribadian tangguh, namun jumlah mereka tidak sebanyak pelajar yang ‘bermasalah’.
Di tingkat lulusan sarjana, saat ini jumlah penganggurannya sudah diambang angka yang mengkhawatirkan. Jika ini terjadi maka problem sosial baru akan bermunculan. Jika ditanya, apa penyebab utama dari carut-marutnya pendidikan di negeri ini, maka penyebabnya bersifat sistemik
Saat ini kita hidup dalam ‘dunia datar’ yang bernama Globalisasi. Sebuah dunia dimana revolusi teknologi informasi dan komunikasi menjadikan bumi seakan berada dalam genggaman tangan manusia. Sebuah dunia yang semakin mendekatkan jarak dan mempercepat waktu proses aktivitas manusia. Sebuah dunia yang membuat interaksi antar manusia tidak lagi terikat batas ruang dan waktu.
Globalisasi bercirikan satu kata terpenting yaitu ‘GloboCapitalism’. Sebuah proses pengglobalan ideologi kapitalisme. Globalization means, then, the extension of the capitalist way of life to all corners of the globe. Demikianlah globalisasi. Ya! Globalisasi bercirikan masuknya ideologi kapitalisme secara paksa dan suka rela dalam setiap aspek kehidupan umat manusia: aspek pemerintahan, ekonomi, sosial, hukum, pendidikan, politik luar negeri dan lainnya. Noam Chomsky mengatakan globalisasi sebagai a conspiracy of the Western elite to establish private tyrannies across the world.
Perlu digaris bawahi, globalisasi adalah tsunami ideologi yang menghantam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat dan negara dalam skala global. Istilah tsunami ideologi lebih tepat karena kapitalisme telah menggeser kehidupan manusia menuju kubangan krisis multi-dimensi. Kita semua tentu akrab dengan berbagai nama krisis, seperti krisis ekonomi, krisis finansial, krisis lingkungan, krisis moral, krisis sosial, krisis spiritual dan berbagai krisis lainnya. Sayangnya krisis-krisis ini tidak serta merta membangkitkan kesadaran manusia untuk bangkit dan meminta pergantian ideologi. Alih-alih mengubah haluan ideologi, malah sebagai diantara kita masih banyak yang setia dengan ideologi ini. Sebuah ideologi yang terbukti ketidaklayakannya mengatur manusia.